Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

SEJARAH SINGKAT KESULTANAN CIREBON

Assalamu’alaikum warahmatullahiwabarakatuh

SEJARAH SINGKAT KESULTANAN CIREBON

Bagaimana kabar anda hari ini? Semoga selalu sehat-sehat saja, dan saya do’akan kepada siapa pun yang telah membaca artikel ini, supaya:

  1. Yang belum dapat jodoh, semoga segera dapat jodoh. Aamiin….
  2. Yang belum dapat pekerjaan, semoga segera mendapatkan pekerjaan. Aamiin….
  3. Yang sedang bekerja, mudah-mudahan rezkinya makin melimpah. Aamiin….
  4. Yang sedang belajar, semoga mendapatkan ilmu yang bermanfaat. Aamiin….

WAHYUDIANSYAH.COM – Sejarah Singkat Kesultanan Cirebon

Cirebon, dari kota inilah Islam mulai masuk ke tanah Pasundan pada kisaran akhir abad ke-15. Kota pesisir utara ini telah menjadi pusat penyebaran agama Islam. Cirebon Berawal dari sebuah pedukuhan kecil yang dibangun oleh Ki Gedeng tapa. Dukuh kecil ini dihuni oleh penduduk dari berbagai suku agama serta adat istiadat yang berbeda, karena itulah dukuh ini dikenal sebagai Caruban yang artinya adalah campuran. Penduduk di dukuh caruban tersebut memiliki keterampilan dalam produksi terasi, sebagian besar diantara mereka memproduksi terasi yang merupakan komoditas makanan populer pada masa tersebut. Terasi merupakan produk olahan yang berbahan udang dan dari proses pembuatan terasi inilah muncul nama Cirebon. Dalam bahasa Sunda ci artinya adalah air dan rebon adalah udang. Bertahun-tahun kemudian dukuh kecil bernama caruban itu tumbuh menjadi sebuah kota pelabuhan dan dikenal sebagai Cirebon. Pelabuhan cirebon lambat laun menjadi kota yang ramai dan dikunjungi oleh para pedagang dari berbagai tempat.

Sepeninggal Ki Gedeng Tapa, Cirebon dipimpin oleh Ki Gedeng alang-alang. Cirebon ketika itu semakin berkembang sebagai bandar pelabuhan dengan lalu lintas perdagangan yang cukup ramai. Masuknya Islam ke Cirebon melalui berbagai sumber, salah satunya adalah kedatangan Laksamana Cheng Ho dari Cina, seorang muslim pada awal abad ke-15. Salah seorang kepercayaan Laksamana Cheng Ho, Tan Eng hot yang juga seorang muslim kemudian membangun sebuah perkampungan Cina di Cirebon. Perkenalan Cirebon dengan Islam juga datang dari para pedagang Arab yang sudah turut berniaga di sepanjang pesisir utara Jawa, pada masa-masa tersebut Cirebon belum menjadi kesultanan dan masih bawahan dari Kerajaan Pajajaran. Cirebon selanjutnya dipimpin oleh pangeran Cakrabuana putra tertua dari Raja Pajajaran. Seharusnya beliau menjadi putra mahkota, namun karena memilih menjadi muslim mengikuti agama ibunya posisi putra mahkota jatuh ke tangan adiknya. Pada masa ketika Cirebon dipimpin oleh pangeran Cakrabuana datanglah tiga orang dari Irak Timur Tengah, 3 orang tersebut adalah Syarif Abdurrahman, Syarif Abdurrahim dan Syarifah Baghdad, mereka merupakan putra-putri dari Sultan Baghdad. Pangeran Cakrabuana kemudian meminta kepada Syarif Abdurrahman dan Syarif Abdurrahim untuk membantu penyebaran Islam di Cirebon. Pangeran Cakrabuana memberikan lahan kepada Syarif Abdurrahman untuk dijadikan sebagai tempat Pendidikan Agama Islam, lahan tersebut sekarang dikenal sebagai Panjunan. Sedangkan Syarif Abdurrahim mendapatkan sebidang tanah yang sekarang dikenal sebagai Kejaksan.

Syarifah Baghdad kemudian menikah dengan Syarif Hidayatullah yang kelak akan dikenal sebagai Sunan Gunung Jati. Syarifah Baghdad banyak membantu Sunan Gunung Jati dalam penyebaran agama Islam di Jawa Barat. Syarif Abdurrahman membangun sebuah masjid di Panjunan yang menjadi pusat pertemuan dan musyawarah para wali penyebar agama Islam di nusantara. Dikajaksan Syarif Abdurrahim juga mendirikan sebuah masjid yang arsitekturnya tidak jauh berbeda dengan masjid di Panjunan. Syarif Abdurrahman tidak hanya menyebarkan agama Islam tetapi juga memperkenalkan keahlian baru yaitu pembuatan keramik porselin. Pembuatan keramik porselin ini menciptakan kelompok sosial baru yaitu tenaga pertukangan. Pada perkembangan selanjutnya secara perlahan-lahan Cirebon dihuni oleh mayoritas muslim, sementara Cirebon dalam proses pengembangan agama Islam. Secara masif yang jauh di timur terjadi transisi politik besar-besaran, Majapahit yang sudah di akhir sejarahnya dilanjutkan oleh kekuatan baru yang bernama Demak. Berakhirnya Majapahit membuat Pajajaran sebagai satu-satunya kerajaan Hindu yang masih berdiri di pulau Jawa dan Cirebon berada diantara kekuatan baru Demak dan kekuatan lama Pajajaran.

Pangeran Cakrabuana terus menyebarkan agama Islam di seluruh wilayah Cirebon dalam masa-masa tersebut. Pangeran Cakrabuana sempat menunaikan ibadah haji dan sepulangnya dari Haji Pangeran Cakrabuana mendapatkan nama muslim Haji Abdullah Iman. Dalam perkembangannya terjadi hubungan yang dekat antara Cirebon dengan Demak. Demak yang ketika itu menjadi pusat penyebaran agama Islam di Jawa bagian tengah dan timur memiliki kerjasama dengan Cirebon yang menjadi pusat penyebaran Islam di Jawa bagian barat. Meskipun sudah mengalami perkembangan Islam yang pesat, Cirebon ketika itu masih di bawah kekuasaan Pajajaran. Tahun 1479 Pangeran Cakrabuana menyerahkan kepemimpinan Cirebon kepada Syarif Hidayatullah. Dalam menjalankan kepemimpinannya Syarif Hidayatullah tidak hanya berkonsentrasi dalam penyebaran agama Islam tetapi juga memperhatikan masalah ekonomi. Pelabuhan Cirebon diperbaiki dan ditingkatkan sebagai pusat perdagangan, sebuah keputusan penting dibuat oleh Syarif Hidayatullah tahun 1482. Syarif Hidayatullah berhenti mengirimkan upeti ke Pajajaran, keputusan Syarif Hidayatullah membuat Raja Pajajaran Sri Baduga Maharaja murka. Dikirimlah Pasukan yang dipimpin oleh Tumenggung Jayabaya menyerbu Cirebon, namun pertempuran tidak terjadi ketika Tumenggung Jayabaya dan pasukannya tiba di Cirebon. Syarif Hidayatullah berhasil meyakinkan mereka untuk menjadi muslim dan bergabung sebagai prajurit Cirebon.

Sri Baduga Maharaja marah besar dan merencanakan menyerbu Cirebon habis-habisan, namun rencananya berhasil dicegah oleh Pendeta tertinggi istana yang disebut sebagai purohita. Sejak berhenti mengirimkan upeti itulah Cirebon menjadi negara yang berdaulat. Syarif Hidayatullah yang merupakan salah satu wali songo yang giat mengembangkan agama Islam tidak hanya di Cirebon tetapi juga di beberapa bagian wilayah lainnya. Para  sunan anggota wali songo memberikan gelar Ingkang sinuhun kanjeng susuhunan jati purba panetep panatagama Aulia Allah kutubi zaman khalifatur rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Penyebaran agama Islam yang dilakukan oleh Syarif Hidayatullah dan murid-muridnya berhasil mencapai Sumedang Ukur di Bandung hingga ke Garut.

Syarif Hidayatullah menggunakan pendekatan sosial budaya sehingga ajarannya mudah diterima dan dipahami oleh masyarakat setempat. Tahun 1489 sebuah masjid besar dibangun di dekat istana Cirebon, masjid sang Cipta Rasa dibangun oleh Syarif Hidayatullah yang dibantu oleh Raden Sepat arsitek dari Majapahit, serta melibatkan Sunan Bonang dan Sunan Kalijaga dalam menyebarkan agama Islam. Syarif Hidayatullah banyak mengadopsi berbagai kebudayaan lokal salah satu tradisi yang sudah disesuaikan dengan ajaran Islam adalah Grebeg Syawal yang dilaksanakan setelah hari raya Idul Fitri. Sebagai pemimpin agama sekaligus pemimpin negara Syarif Hidayatullah sangat bijaksana dalam memperlakukan rakyatnya dan dalam masalah pajak Syarif Hidayatullah menerapkan pajak yang sangat rendah sehingga tidak memberatkan rakyat. Tahun 1524 Portugis dari Malaka berlabuh di Banten, sebuah kota pelabuhan ujung barat Jawa. Portugis ketika itu memiliki posisi yang cukup kuat seiring penguasaan mereka di Semenanjung Malaka. Para pemimpin Demak dan Cirebon sepakat bahwa Portugis merupakan ancaman bagi negeri-negeri yang ada di Jawa. Tahun 1524 gabungan pasukan Demak dan Cirebon merebut Banten yang ketika itu masih merupakan bawahan Pajajaran tahun 1527. Portugis datang ke Sunda Kelapa pelabuhan terbesar kedua Pajajaran setelah Banten. Gabungan pasukan Demak dan Cirebon kembali bertempur melawan Portugis, pasukan Demak dan Cirebon akhirnya berhasil mengusir Portugis dari Sunda Kelapa. Pelabuhan terbesar kedua Pajajaran itu kemudian diberi nama Jayakarta. 

Tersingkirnya Portugis dari Jawa membuat Banten dan Jayakarta menjadi wilayah kekuasaan Demak, sedangkan Cirebon tetap menjadi negara yang berdaulat dan terus menjalin hubungan baik dengan Demak terutama dalam penyebaran agama Islam. Tahun 1568 Syarif Hidayatullah tutup usia, beliau dimakamkan di Astana Gunung Sembung atau yang dikenal juga sebagai Gunung Jati dan kelak Syarif Hidayatullah akan lebih dikenal sebagai Sunan Gunung Jati. Salah satu dari sembilan wali penyebar agama Islam di Pulau Jawa selama 89 tahun memimpin Cirebon. Syarif Hidayatullah beserta murid-muridnya berhasil menyebarkan agama Islam di seluruh Cirebon dan tempat-tempat sekitarnya. Sepeninggal Syarif Hidayatullah kepemimpinan Cirebon dilanjutkan oleh cucu beliau Panembahan Ratu, pada masa tersebut pulau Jawa sudah mengalami perubahan politik yang signifikan. Di timur Demak runtuh dan digantikan Kesultanan Pajang, di ujung barat Pajajaran telah digantikan Kesultanan Banten yang semakin berkembang pesat baik secara militer maupun ekonomi. 

Panembahan Ratu merupakan cucu dari Syarif Hidayatullah sedangkan permaisuri Panembahan Ratu adalah putri dari Sultan Hadiwijaya yang bernama Ratu Mas. ketika itu Cirebon telah tumbuh menjadi negeri yang makmur, pertanian dan Perdagangan telah menopang perekonomian Cirebon dengan baik. Cirebon juga menjadi pusat penyebaran agama Islam di Pulau Jawa, di bagian barat situasi politik di Cirebon cukup stabil dari masa kepemimpinan Syarif Hidayatullah. Namun pergolakan mulai melanda pada masa pemerintahan Panembahan Ratu, situasi di Jawa pada umumnya juga dilanda kekisruhan politik yang menjurus pada aksi militer, baik di bagian timur maupun Barat yang jauh di timur Cirebon. Kesultanan Pajang mengalami gejolak seiring wafatnya Sultan Hadiwijaya. Kepemimpinan di Pajang dibarengi dengan tumbuhnya Mataram di Pesisir Selatan Jawa, hingga kemudian Kesultanan Pajang benar-benar berakhir dan dilanjutkan oleh Kesultanan Mataram. Di belahan Barat satu bangsa Eropa lainnya yaitu Belanda berhasil berlabuh di Jayakarta yang ketika itu berada di bawah kekuasaan Banten. Bukan hanya sekedar berkunjung Belanda yang diwakili oleh perusahaan dagang VOC kemudian berhasil menguasai Jayakarta dan mengubah namanya menjadi Batavia. Cirebon pun akan menjadi saksi pergolakan politik di tanah Jawa dan perebutan kekuasaan yang melibatkan bangsa Belanda melalui VOC.

Sebuah pemberontakan terjadi di Kuningan, sebuah tempat yang tidak jauh dari Cirebon. Pemberontakan itu bisa diatasi dengan mudah oleh Cirebon, setelah Kuningan berhasil di atasi giliran Panjunan yang bergolak di gedung dempul yang tidak mengakui kepemimpinan Panembahan Ratu sehingga terjadi pemberontakan. Pemberontakan dari Panjunan itu membuat Cirebon kewalahan sehingga menimbulkan banyak korban setelah berkali-kali terjadi pertempuran. Pemberontakan dari Panjunan berhasil di atasi, Nyi Gedung Dempul diampuni karena masih kerabat dari keluarga istana Cirebon. Tahun 1613 seiring naiknya Sultan Agung Hanyokrokusumo sebagai penguasa tertinggi Mataram Peta politik di Jawa kembali mengalami perubahan. Sultan Agung menerapkan politik terpusat di Jawa dan meminta Cirebon menjadi bawahan tidak langsung Mataram. Sistem bawahan tidak langsung ini dikenal dengan istilah Fasad. Cirebon kemudian menjadi fasad Mataram yang sifatnya protector dan tidak perlu membayar upeti. Tahun 1649 Panembahan Ratu pertama tutup usia beliau dimakamkan di Astana Gunung Sembung di dekat makam Syarif Hidayatullah. 

Kepemimpinan Cirebon dilanjutkan oleh Panembahan Ratu kedua yang merupakan cucu dari Panembahan Ratu pertama. Tahun 1662 Panembahan Ratu kedua berkunjung ke Mataram, ketika itu Mataram dipimpin Sultan Amangkurat pertama yang juga merupakan mertua Panembahan Ratu kedua. Sayangnya sesampainya di Mataram Panembahan Ratu kedua mengalami sakit keras yang mengakibatkan kematiannya. Panembahan Ratu kedua dimakamkan di pemakaman girilaya sehingga Beliau juga mendapatkan julukan Pangeran girilaya. Meninggalnya  Panembahan Ratu kedua membuat Cirebon mengawali babak baru dengan terpecah menjadi tiga. Tahun 1677 tiga Putra Panembahan Ratu kedua sekaligus dilantik menjadi sultan, Pangeran Martawijaya dilantik menjadi Sultan Keraton Kasepuhan dengan gelar Sultan Sepuh Abil Makarim Muhammad Syamsudin, Pangeran Kartawijaya dilantik menjadi Sultan Keraton Kanoman dengan gelar Sultan Anom Abil Makarimi Muhammad Badrudin, dan Pangeran Wangsakerta dilantik menjadi Sultan Keraton kacirebonan dengan gelar Panembahan Tohpati.

Sultan Sepuh dan Sultan Anom memiliki kekuasaan penuh berupa wilayah dan rakyat serta keraton masing-masing, sedangkan Panembahan Tohpati tidak memiliki wilayah kekuasaan dan keraton serta hanya berfungsi sebagai keprabon atau Tempat pendidikan bagi para pembesar istana. Memasuki abad ke-18 situasi politik di Jawa mengalami perubahan drastis yaitu hilangnya kedaulatan Mataram dan Banten. Kedua Kesultanan besar yang mengapit Cirebon tersebut akhirnya menjadi bawahan VOC termasuk Cirebon itu sendiri. Pada tahun 1807 saat Keraton Kanoman dipimpin oleh Sultan Anom ke-4 terjadi perpecahan kembali, Pangeran Raja Kanoman putra dari Sultan Anom ke-4 memisahkan diri dan membuat istana dengan nama Kasultanan Kacirobonan. Belanda mendukung pemisahan tersebut dengan mengeluarkan surat keputusan yang menyatakan pengangkatan Sultan Kacirebonan pada tahun 1807, tetapi para penerus dari Sultan Kacirebonan hanya boleh menggunakan gelar pangeran dan tidak berhak menggunakan gelar Sultan. Cirebon kemudian menjadi bawahan Belanda seiring menguatnya kekuasaan penjajah dari Eropa tersebut di tanah Jawa.

AKHIR KATA

Mungkin itu saja yang dapat mimin bagikan mengenai Sejarah Singkat Kesultanan Cirebon. Yang mana jadwal  Cirebon Berawal dari sebuah pedukuhan kecil yang dibangun oleh Ki Gedeng tapa. Dukuh kecil ini dihuni oleh penduduk dari berbagai suku agama serta adat istiadat yang berbeda, karena itulah dukuh ini dikenal sebagai Caruban yang artinya adalah campuran. Penduduk di dukuh caruban tersebut memiliki keterampilan dalam produksi terasi, sebagian besar diantara mereka memproduksi terasi yang merupakan komoditas makanan populer pada masa tersebut. Terasi merupakan produk olahan yang berbahan udang dan dari proses pembuatan terasi inilah muncul nama Cirebon. Dalam bahasa Sunda ci artinya adalah air dan rebon adalah udang. Bertahun-tahun kemudian dukuh kecil bernama caruban itu tumbuh menjadi sebuah kota pelabuhan dan dikenal sebagai Cirebon. Pelabuhan cirebon lambat laun menjadi kota yang ramai dan dikunjungi oleh para pedagang dari berbagai tempat.

Terakhir semoga artikel sederhana ini bermanfaat bagi para pembaca sekalian dimanapun berada dan mohon maaf apabila terdapat kesalahan didalam penulisan atau ada kalimat yang sulit untuk dipahami, agar sekiranya dapat memakluminya.  

Posting Komentar untuk "SEJARAH SINGKAT KESULTANAN CIREBON"