Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sejarah Manis Kue Tradisional Banjar

Sejarah Manis Kue Tradisional Banjar

WAHYUDIANSYAH.COM –  Sejarah Manis Kue Tradisional Banjar

Siapa di sini yang tidak suka kue? Apalagi jika kuenya punya cerita di baliknya. Nah, kalau lagi mampir ke Kalimantan Selatan, atau lebih tepatnya ke Banjarmasin, rasanya kurang lengkap kalau tidak mencicipi aneka wadai, sebutan untuk kue-kue tradisional khas suku Banjar. Dari sekian banyak jenis wadai, ada beberapa yang bukan sekadar camilan, tapi juga punya makna dan cerita yang manis, selayaknya rasa kue itu sendiri.

Bisa dibilang, wadai Banjar adalah "raja" dari segala kue tradisional di Nusantara. Jumlahnya konon mencapai lebih dari 41 macam! Bayangkan, dari sekian banyak itu, ada yang jadi favorit di setiap acara, mulai dari hajatan sampai teman minum teh sore. Tapi, di antara semua itu, ada tiga nama yang paling sering disebut dan dicari: Bingka, Amparan Tatak, dan Wadai Khas Banjar lainnya.

Bingka: Si Manis dengan Bentuk Unik yang Bikin Nagih

Kalau ada satu wadai yang paling ikonik, dialah Bingka. Kue ini punya bentuk khas seperti bunga dengan cekungan di tengahnya. Tapi, jangan salah, pesona Bingka bukan cuma di penampilannya. Begitu digigit, teksturnya yang padat tapi lembut langsung lumer di lidah. Rasanya manisnya pas, dan aroma telurnya yang harum bikin kamu ingin nambah lagi.

Asal usul Bingka ternyata sudah ada sejak zaman Kerajaan Banjar, lho. Dulu, kue ini dianggap sebagai hidangan istimewa yang hanya disajikan untuk keluarga kerajaan dan para bangsawan. Bahkan, proses pembuatannya pun tergolong sakral. Ada kepercayaan bahwa Bingka yang baik akan terbentuk dengan sempurna tanpa cacat, layaknya doa untuk keselamatan dan kemakmuran.

Bingka punya banyak varian rasa, mulai dari yang paling klasik seperti Bingka Kentang dan Bingka Gula Habang (gula merah), hingga varian modern seperti durian dan nangka. Yang paling menarik, Bingka tradisional dipanggang menggunakan arang, membuat permukaannya sedikit gosong dan beraroma khas, yang justru jadi ciri khasnya. Jadi, saat kamu menikmati sepotong Bingka, kamu sedang merasakan resep warisan leluhur yang tak lekang oleh waktu.

Amparan Tatak: Manis dan Gurih dalam Setiap Lapisnya

Setelah Bingka, ada Amparan Tatak, kue yang tampilannya lebih sederhana tapi rasanya luar biasa. Kata "Amparan" dalam bahasa Banjar berarti "hamparan" atau "lapisan", sedangkan "Tatak" artinya "potongan". Sesuai namanya, kue ini disajikan dalam bentuk potongan dari sebuah adonan besar yang berlapis.

Amparan Tatak dibuat dari campuran pisang, santan, tepung beras, dan gula. Rasanya? Kombinasi yang sempurna antara manisnya pisang, gurihnya santan, dan sedikit asin dari garam yang ditaburkan di atasnya. Teksturnya yang lembut dan legit menjadikannya favorit banyak orang.

Kue ini sering disajikan saat acara-acara besar, seperti pernikahan, syukuran, atau perayaan hari besar. Filosofinya sederhana tapi mendalam: lapisan-lapisan kue ini melambangkan harapan akan kehidupan yang penuh kebahagiaan, kemakmuran, dan rezeki yang berlimpah. Setiap lapisan mewakili doa-doa baik yang diselipkan dalam setiap potongannya. Jadi, makan Amparan Tatak itu bukan cuma mengisi perut, tapi juga mengisi hati dengan harapan.

Lebih dari Sekadar Bingka dan Amparan Tatak

Tentu saja, cerita wadai Banjar tidak berhenti di Bingka dan Amparan Tatak saja. Ada banyak wadai lain yang juga punya kisah dan cita rasa unik. Misalnya, Lamang, makanan dari beras ketan yang dimasak dalam bambu. Rasanya gurih dan sedikit pulen, cocok dimakan dengan cocolan manis seperti srikaya atau durian. Lamang sering disajikan saat acara-acara adat dan seringkali dimakan bersama-sama, melambangkan kebersamaan.

Lalu ada Lumpur Surga, kue yang namanya seindah rasanya. Terdiri dari dua lapisan: lapisan bawah yang terbuat dari santan, tepung terigu, dan pandan, dan lapisan atas yang creamy terbuat dari santan dan tepung beras. Rasanya manis, gurih, dan sejuk di lidah. Konon, kue ini diberi nama "Lumpur Surga" karena rasanya yang sangat enak sampai-sampai membuat orang merasa seperti berada di surga.

Dan jangan lupakan Klepon khas Banjar. Berbeda dari Klepon pada umumnya yang berwarna hijau, Klepon Banjar biasanya berwarna-warni dan disajikan dengan parutan kelapa. Isiannya tetap gula merah yang lumer di mulut.

Wadai Banjar, Warisan yang Terus Hidup

Sejarah Manis Kue Tradisional Banjar

Melihat betapa kayanya ragam wadai di Kalimantan Selatan, bisa ditarik satu kesimpulan: kue-kue ini bukan hanya sekadar makanan. Ia adalah bagian dari identitas, sejarah, dan tradisi. Setiap wadai punya cerita, punya rasa, dan punya tempat istimewa di hati masyarakat Banjar.

Momen menikmati wadai sering kali diiringi dengan obrolan hangat, tawa, dan cerita-cerita nostalgia. Ini menunjukkan bahwa wadai Banjar telah berhasil menjadi "jembatan" yang menghubungkan masa lalu dengan masa kini, antara generasi tua dengan generasi muda.

Jadi, lain kali kalau kamu berkesempatan berkunjung ke Banjarmasin, jangan lupa untuk mampir ke pasar tradisional atau toko kue setempat. Pilihlah satu, atau kalau bisa, semua wadai yang kamu temui. Rasakan setiap gigitannya dan biarkan dirimu terbawa ke dalam cerita manis dari setiap kue yang kamu nikmati. Karena di balik setiap potong wadai, ada sejarah dan budaya yang terus hidup.

Posting Komentar untuk "Sejarah Manis Kue Tradisional Banjar"